Banyak orang yang percaya bahwa konsumen secara otomatis terlindungi
dari kerugian dengan adanya pasar yang bebas dan kompetitif dan bahwa
pemerintah atau para pelaku bisnis tidak mengambil langkah – langkah
yang diperlukan untuk menghadapi masalah ini. Pasar bebas mendukung
alokasi , penggunaan, dan distribusi barang- barang yang dalam artian
tertentu, adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum
bagi orang- orang yang berpartisipasi dalam pasar. Lebih jauh lagi, di
pasar seperti ini, konsumen dikatakan ‘’ berdaulat penuh’’. Saat
konsumen menginginkan dan bersedia membayar untuk suatu produk, para
penjual memperoleh insentif untuk memenuhi keinginan mereka. Seperti
yang dikatakan seorang penulis ekonomi ternama,’’ konsumen , dengan cita
rasa mereka seperti yang diekspresikan dalam pilihan atas produk,
mengarahkan bagaimana sumberdaya masyarakat dislaurkan.
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan konsumen , keamanan
konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila disediakan
melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan
terhadap permintaan konsumen. Dalam teori,
konsumen yang menginginkan informasi bisa mencarinya di
organisasi-organisasi seperti consumers union, yang berbisnis memperoleh
dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme pasar perlu
menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan konsumen.
Adapun kewajiban konsumen untuk melindungi kepentingannya ataupun
produsen yang melindungi kepentingan konsumen, sejumlah teori berbeda
tentang tugas etis produsen telah dikembangkan , masing- masing
menekankan keseimbangan yang berbeda antara kewajiban konsumen pada diri
mereka sendiri dengan kewajiban produesn pada konsumen meliputi
pandangan kontrak, pandangan “ due care” dan pandangan biaya sosial.
- Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen
Menurut pandangan kontrak tentang tugas usaha bisnis terhadap
konsumen, hubungan antara perusahaan dengan konsumen pada dasarnya
merupakan hubungan kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada
konsumen adalah seperti yang diberikan dalam hubungan kontraktual.
Pandangan ini menyebutkan bahwa saat konsumen membeli sebuah produk,
konsumen secara sukarela menyetujui “ kontrak penjualan” dengan
perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela dan sadar setuju untuk
memberikan sebuah produk pada konsumen dengan karakteristik tertentu,
dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar setuju membayar sejumlah
uang pada perusahaan untuk produk tersebut. Karena telah sukarela
menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan berkewajiban memberikan
produk sesuai dengan karakteristik yang dimaksud. Teori kontrak tentang
tugas perusahaan kepada konsumen didasarkan pada pandangan bahwa
kontrak adalah sebuah perjanjian bebas yang mewajibkan pihak-pihak
terkait untuk melaksanakan isi persetujuan. Teori ini memberikan
gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban moral utama:
kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan, dan kewajiban
untuk memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi, dan
menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan bertindak sesuai
kewajiban-kewajiban tersebut,perusahaan berartim menghormati hak
konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat
atau dengan kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh
perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka. Meskipun demikian, teori kontraktual
mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak
realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara
langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta bahwa
sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen dengan sukarela
setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu ,
maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas
tersebut. Atau dengan kata lain, kebebasan kontrak memungkinkan
perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak dengan secara eksplisit
menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki,
aman dan sebagainya.
Jadi, teori kontrak ini mengimplikasikan bahwa jika konsumen memiliki
banyak kesempatan untuk memeriksa produk, beserta pernyataan penolakan
jaminan dan dengan sukarela menyetujuinya, maka diasumsikan
bertanggungjawab atas cacat atau kerusakan yang disebutkan dalam
pernyataan penolakan, serta semua karusakan yang mungkin terlewati saat
memeriksanya. Ketiga, asumsi penjual dan pembeli adalah sama dalam
perjanjian penjualan. Kedua belah pihak harus mengetahui apa yang mereka
lakukan dan tidak ada yang memaksa . Kenyataanya, pembeli dan penjual
tidak sejajar/ setara seperti yang diasumsikan .Seorang konsumen yang
harus membeli ratusan jenis komoditas tidak bisa berharap mengetahui
segala sesuatu tentang semua produk tersebut seperti produsen yang
khusus memproduksi produk. Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun
waktu untuk memperoleh dan memproses informasi untuk dipakai sebagai
dasar membuat keputusan.
- Teori Due care
Teori ini menerangkan tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen
didasarkan pada gagasan bahwa pembeli dan konsumen tidak saling sejajar
dan bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan terhadap
tujuan-tujuan perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan
keahlian yang tidak dimiliki konsumen. Karena produsen berada dalam
posisi yang lebih menguntungkan, mereka berkewajiban untuk menjamin
bahwa kepentingan –kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang
mereka tawarkan. Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen
harus bergantung pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya
berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai klaim yang dibuatnya,
namun juga wajib berhati-hati untuk mencegah agar orang lain tidak
terluka oleh produk tersebut sekalipun perusahaan secara eksplisit
menolak pertanggungjawaban ini bila mereka gagal memberikan perhatian
yang seharusnya bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk mencegah agar
oranglain tidak dirugikan oleh penggunaan suatu produk(Velazquez,2005:
330) . Adapun kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak
adanya metode yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen
telah memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa produsen
mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah
produk sebelum konsumen membeli dan menggunakannya. Pada kenyataannya
,dalam masyarakat dengan inovasi teknologi yang tinggi, produk-produk
baru yang kerusakannya tidak bisa dideteksi sebelum dipakai selama
beberapa tahun dan akan terus disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini
terlihat paternalistik , yang menggambarkan bahwa produsen adalah pihak
yang mengambil keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya
dalm kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen.
2. Pandangan teori biaya sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggungjawab atas semua
kekurangan produk dan setiap kekurangan yang dialami konsumen dalam
memakai poroduk tersebut. Teori ini merupakan versi yang paling ekstrem
dari semboyan “ caveat venditor” (hendaknya si penjual berhati- hati).
Walaupun teori ini menguntungkan untuk konsumen, rupanya sulit
mempertahankannya juga. Kritik yang dapat diungkapkannya sebagai
berikut:
- Teori biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang
bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau tidak bisa
dihindarkan
- Membawa kerugian ekonomis, bila teori ini dipraktekkan , maka
produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap kerugian dan biaya
asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi
oleh banyak perusahaan.
Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;
- Kualitas produk
Dengan kualitas produk disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan
apa yang dijanjikan oleh produsen (melalui iklan atau informasi lainnya)
dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen
berhak atas produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu. Dan
bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya
produk yang tidak kadaluwarsa( bila ada batas waktu seperti obat-obatan
atau makanan).
2. Harga
Harga yang adil merupakan sebuah topik etika yang sudah tua. Mulai
dari zaman Aristoteles dan pemikirannya sampai abad pertengahan. Di
zaman modern , struktur ekonomi tentu menjadi lebih kompleks. Karena
itu, masalah harga pun menjadi suatu kenyataan ekonomis sangat kompleks
yang ditentukan oleh banyak faktor sekaligus, namun masalah ini tetap
diakui mempunyai implikasi etis yang penting. Harga merupakan buah hasil
perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi,
promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi
pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir
dari perkembangan daya-daya pasar . Kesan spontan adalah bahwa harga
yang adil dihasilkan oleh tawar- menawar sebagaimana dilakukan di pasar
tradisional, dimana si pembeli sampai pada maksimum harga yang mau ia
pasang. Transaksi terjadi, bila maksimum dan minimum itu bertemu. Dalam
hal ini mereka tentu dipengaruhi oleh para pembeli dan penjual lain di
pasar dan harga yang mau mereka bayar atau pasang . Jika penjual lain
menawarkan barangnya dengan harga lebih murah, tentu saja para pembeli
akan pindah ke tempat itu. Harga bisa dianggap adil karena disetujui
oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembentukannya.